Minggu, 07 September 2014


Ku gali lagi kotak memori saat lama itu, kini berlalu hanya menjadi kisah semu berselimut bayang mu.
Mengungkap kenangan yang tak pernah terungkap pada coretan tanpa tinta di buku diary kosong.
Sulit menerjemahkan rasa, seperti tak memiliki tapi begitu takut kehilangan.
Cinta, pantaskah ku sebut dengan kata itu?
Rangkaian huruf sakral terletak antara garis kebahagiaan dan jurang penderitaan.
Namun siapa sangka jawaban dari suara lirihmu menerbitkan asa seperti fajar pada esok pagi.
Relung dalam hati yang bersorak tersipu, memfrasekan tiap bait puisi ini.
Mengamati indah yang tak terlukis, namun tergambar wujudnya pada pipi merah  mu.
Seperti laut yang terpisah tanpa pantainya, seakan rasa tak percaya dengan lanjut kalimat yang tiba tiba kau tuturkan.
Bak dihujani ribuan tanda tanya kala engkau hanya berseru dengan kalimat yang sama.
Seketika buta tak terjelaskan walau mencoba menerawang apa yang kamu sembunyikan.
Curiga menghantui rasa takut pada alasan yang tak ingin ku dengar penjelasanya darimu.

Walau hingga kini kamu tetap bungkam membiarkanku lumpuh akan keputusasaanku, aku tetap mencintai kamu.
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!